SINARMETRO.COM | Serang - Dugaan tindakan intimidasi terhadap wartawan kembali mencuat dan kali ini diduga dilakukan oleh oknum Kepala Sekolah SDN 1 Ciomas. Oknum tersebut bersikap arogan dan memaksa wartawan menunjukkan legalitas saat hendak melakukan klarifikasi pemberitaan.
Peristiwa ini bermula saat KD, selaku Ketua Pengawas Pendidikan Kecamatan Ciomas, menghubungi salah satu awak media dari MediaKota melalui telpon WhatsApp pada Kamis malam, 26 Juni 2025 sekitar pukul 21.00 WIB. Dalam obrolanya, KD mengundang awak media untuk bertemu dan "Ngobrol" di Gedung PGRI Ciomas pada Jumat pagi, 27 Juni 2025 pukul 09.00 WIB.
Undangan tersebut dipenuhi oleh tim media. Dalam pertemuan itu hadir sejumlah pihak, antara lain: AR selaku Kepala SDN 1 Ciomas, TR selaku Ketua Komite Sekolah, KD selaku Ketua Pengawas Pendidikan, HR selaku Ketua PGRI, AR selaku TKSK Kecamatan Ciomas, serta seorang wali murid berinisial AN yang turut diundang pihak sekolah.
Namun sangat disayangkan, suasana pertemuan justru memanas. Saat oknum Kepala sekolah diduga bersikap arogan dengan memaksa wartawan untuk menunjukkan legalitas profesi.
Bahkan, saat awak media mencoba menjelaskan kronologi pemberitaan terkait dugaan pungutan biaya perpisahan siswa, kepala sekolah diduga menunjuk wajah wartawan dengan nada tinggi dan sikap emosional. Aksi itu terjadi di hadapan para pihak yang hadir dalam forum resmi tersebut.
Sementara itu, wali murid berinisial AN menyampaikan pendapatnya di hadapan peserta pertemuan. "Kalau saya baca dari isi beritanya, ini sebenarnya hanya kesalahpahaman. Watak Bu Kepsek memang seperti itu, tapi sebenarnya orangnya baik. Tolonglah, permasalahan ini jangan berlarut-larut. Segera diselesaikan dengan baik," ujarnya.
Sayangnya, hingga berita ini ditayangkan kembali, pihak sekolah masih terkesan enggan memberikan keterangan. Padahal, awak media telah memberikan ruang untuk hak jawab dan klarifikasi.
Menanggapi kejadian tersebut, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Wartawan Provinsi Banten, Hasuri, menyampaikan keprihatinannya terhadap adanya dugaan intimidasi terhadap wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistik.
“Jika benar tindakan intimidasi itu terjadi, kami sangat menyayangkan, dan secara tegas kami menolak segala bentuk perlakuan yang mengarah pada intimidasi terhadap rekan-rekan wartawan. Dan jika ada pihak yang ingin mengetahui legalitas seorang wartawan, tanyakan dengan cara yang baik. Dan yang pasti, jika seseorang benar-benar wartawan, tentu ia memiliki legalitas,” ujar Hasuri saat dikonfirmasi pada, Kamis (27/6/2025).
Ia menegaskan bahwa intimidasi dalam bentuk apapun, baik kekerasan verbal, fisik, penghalangan kerja jurnalistik, maupun ancaman merupakan pelanggaran terhadap kebebasan pers yang telah dijamin oleh undang-undang. “Kami mengecam keras segala bentuk tekanan terhadap jurnalis. Wartawan memiliki hak untuk bekerja tanpa rasa takut atau tekanan dari pihak mana pun,” tegasnya.
Hasuri juga mengingatkan bahwa tindakan intimidasi terhadap wartawan tidak hanya melanggar etika, tetapi juga bisa dikenai sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti yang disampaikan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
Pasal 4 ayat (3): “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.”
Pasal 18 ayat (1): “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang menghambat atau menghalangi pelaksanaan kerja jurnalistik, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.”
Di akhir keterangannya, Hasuri mengimbau seluruh pihak untuk menghormati peran dan fungsi pers sebagai pilar keempat demokrasi serta mitra dalam pembangunan.
“Pers bukan musuh, tetapi mitra pembangunan. Jangan ada lagi kekerasan atau tekanan terhadap wartawan,” pungkasnya.(ded/ned/tim)